Jadilah Orang Hidup Yang Hidup Bukan Orang Hidup Yang Mati. Jadilah Pula Orang Mati Yang Hidup Bukan Orang Mati Yang Mati.

edukonten. Diberdayakan oleh Blogger.

2010/12/17

Anggaran Pendidikan Masih Jadi Persoalan

Anggaran pendidikan sebesar 20% dari APBN yang sesungguhnya telah diamanatkan oleh UUD 1945 pasal 31 (4), namun baru bisa direalisasikan oleh pemerintah pada tahun anggaran 2009 sebagaimana dituangkan dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 49 (1).
Persoalan anggaran ini sesungguhnya amat penting karena secara langsung akan sangat berpengaruh terhadap kualitas pendidikan. Minimnya anggaran pendidikan yang selama ini diberikan (sebelum dianggarkan sebesar 20% dari APBN), menyebabkan banyak kebutuhan untuk proses pendidikan khususnya kebutuhan untuk proses pembelajaran tidak terpenuhi. Laboratorium yang memadahi, perpustakaan, ruang-ruang belajar (kelas), perangkat/media pembelajaran, serta sarana lain yang sangat menunjang proses pembelajaran tidak dapat terpenuhi akibat minimnya anggaran pendidikan dari pemerintah. Hal ini pada akhirnya membuat kualitas pembelajaran menjadi tidak baik yang pada gilirannya membuat tidak baik pula mutu pendidikan di indonesia.
Setelah dialokasikannya anggaran pendidikan sebesar 20% dari APBN sebagaimana dituangkan dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 49 (1), diharapkan agar kualitas pendidikan akan semakin maju. Namun, yang terjadi saat ini adalah diluar harapan. Banyak sekolah yang ternyata malah menyelewengakan bantuan pemerintah (BOS, BOP, dll). Penyelewengan dana bantuan pemerintah oleh pihak sekolah itu menambah daftar panjang bobroknya kualitas pendidikan Indonesia. pada 2007 saja BPK RI telah menemukan adanya penyelewengan dana BOS sebanyak 2.054 sekolah dari 3.237 sampel sekolah yang diperiksa dengan nilai penyimpangan kurang lebih Rp 28,1 miliar. Artinya, terdapat enam dari sepuluh sekolah melakukan penyimpangan pengelolaan dana BOS pada tahun 2007 dengan rata-rata penyimpangan sebesar Rp 13,6 juta (Kompas, 6/12/10). Salah satu faktor penyebab terjadinya penyelewengan itu adalah rendahnya transparansi, akuntabilitas dan partisipasi warga atas pengelolaan bantuan.
Setelah sekolah dituntut untuk menyusun dan menggunakan bantuan secara transparan, akuntabel, dan melibatkan partisipasi warga, permasalahan lain masih saja terjadi. Kali ini sekolah-sekolah merasa dipusingkan dengan sistem laporan bantuan anggaran pendidikan dari pemerintah tersebut. Bukannya berkonsentrasi terhadap kemajuan kualitas pendidikan, para guru khususnya kepala sekolah sebagai pengendali perbaikan mutu sekolah malah disibukkan dan dipusingkan dengan sistem laporan bantuan yang bisa mengancam keselamatan dirinya. Betapa tidak, kesalahan dalam menyusun atau membuat laporan itu ancamannya adalah masuk penjara. Dengan demikian, alih-alih para kepala sekolah ingin memajukan kualitas sekolahnya, mereka malah kebingungan menyelamatkan diri dari ancaman penjara.

0 komentar:

Posting Komentar